oleh : adam saputra ,dkk
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia
hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong, dalam menghadapi berbagai macam
persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain.
Ketergantungan seseaorang kepada orang lain dirasakan ada ketika manusia itu
lahir. Setelah dewasa, manusia tidak ada yang serba bisa. Seseorang hanya ahli
dalam bidang tertentu saja, seperti seorang petani mampu (dapat) menanam ketela
pohon dan padi dengan baik, tetapi dia tidak mampu membuat cangkul. Jadi petani
mempunyai ketergantunagn kepada seorang ahli pandai besi yang pandai membuat
cangkul, juga sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak sempat
menanam padi, padahal makanan pokoknya adalah beras. Jadi seseorang yang ahli
dalam pandai besi memiliki ketergantungan kepada petani.
Setiap manusia
mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan kshendak.
Untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-aturan yang mengatur
kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan memperkosa hak-hak orang
lain. Maka, timbullah hak dan kewajiban di antara sesame manusia.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan hak dalam istilah ahli usul ?
2. Bagaimana
pembagian hak ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal usul hak
Sebelum manusia
memulai penghidupannya secara bermasyarakat dan belum tumbuh hubungan antara
seseorang dengan yang lain, maka belum ada pula apa yang kita namakan hak.
Setiap manusia hidup bermasyarakat, bertolong menolong dalam menghadapi
berbagai macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, seseorang
perlu mencari apa yang dibutuhkannya. Dari alam atau dari milik orang lain.
Dari sini timbullah pertentangan-pertentangan kehendak. Maka untuk memelihara
kepentingan masing-masiang perlu ada norma yang mengatur sehingga tidak
melanggar hak orang lain, dan tidak pula memperkosa kemerdekaan orang lain.
Nadhariyatul hak
atau fikriyatul hak, adalah tata aturan yang mengatur penghidupan manusia.
Segenap syariat masa yang telah lalu kemudian diakhiri oleh syariat islam
mengadakan aturan-aturan untuk menentukan hak tersebut. Fiqh Islam telah
menetapkan beberapa aturan, beberapa hukum, baik yang merupakan dasar maupun
yang merupakan cabang dengan cara yang sangat sempurna yang belum pernah
dikenal oleh tasyri-tasyri yang lain. Demikian perkembangan sejarah pertumbuhan
nadhariyatul hak.
B. Makna Hak
Hak mempunyai dua
makna yang asasi yaitu :
Pertama, hak
adalah sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati
dalam hubungan manusia sesama manusia, baik mengenai orang, maupun mengenai
harta. Dalam pengertian yang pertama ini, hak sama dengan makna hukum dalam
istilah sarjana ushul.
Kedua, hak
adalah kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi
selainnya. Maka inilah yang kita maksudkan diwaktu kita mengatakan “Maghsub
minhu” mempunyai hak meminta kembali hartanya kalau masih utuh atau meminta
harganya kalau barangnya telah rusak. Demikian pula si musytari mempunyai hak
mengembalikan barang yang dibeli yang ada cacatnya. Tasharruf anak kecil adalah
hak si wali.
Kemudian hak ini
mempunyai pengertian yang umum, dan masuk ke dalam pengertian itu beberapa hak
dan beberapa macam bagiannya.
Hak menurut
pengertian yang umum, ialah suatu ketentuan yang dengannya syara’ menetapkan
suatu kekuasaan atau sautu beban hukum. Demikian ini adalah sebagai hak wali
bertasharruf atas tiap-tiap anak yang dibawah perwaliannya. Dan ini merupakan
kekuasaan orang atas orang. Seperti hak si penjual menagih harga. Ini merupakan
suatu bebanan atau yang kedua untuk kemaslahatan yang pertama.
Pengertian hak
sama dengan arti hukum dalam istilah
ahli ushul yaitu sekumpulan kaidah dan
nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia
dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta. Ada juga yang
mendefinisikan hak adalah kekuasaan mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib
dari seseorang kepada yang lainnya.
Untuk
menjelaskan takrif ini kita mengatakan bahwa ikhtishahsh itu adalah suatu
hubungan yang melengkapi sulthah, seperti wali dan wakil dalam melaksanakan
tugasnya masing-masing.
Dengan demikian,
keluarga alaqah yang tidak mempunyai ikhtishash, seperti mencari kayu api,
berburu dan berpindah daerah yang kita hendaki tidak dinamakan hak. Tetapi
apabila sesorang diberikan kepadanya suatu keistimewaan dalam berburu
umpamanya, bolehlah yang demikian itu dinamakan hak. Dalam hal ini menurut hukum
fiqh islam diperlukan ketetapan-ketetapan syara dan diperlukan pula persetujuan
dari syara karena pandangan-pandangn syaralah yang menjadi dasar. Maka apa yang
dipandang syara sebagai hak. Menjadilah dan apa yang tidak dipandang oleh syara
menjadi hak, tidaklah dia menjadi hak. Hak ini adakala merupakan sulthah,
adakala merupakan taklif.[1]
C.
Pembagian
Hak
Dalam pengertian
umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mal dan ghair mal. Hak mal
ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau
utang-utang. Sedangkan hak ghair mal terbagi kepada dua bagian, yaitu hak
syakhshi dan hak aini.
Hak syakhshi
ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara dari seseorang terhadap orang lain.
Hak aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua.
Hak aini ada dua macam yaitu ashli dan thab’i. hak iani ashli ialah adanya
wujud benda tertentu dan adanya shahub al-haq seperti hak milkiyah dan hak
irtifaq. Sedangkan hak aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk
seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berhutang. Apabila yang berutang
tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.
Macam-macam hak
Aini sebagai berikut :
a. Haq
al-miliyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia
memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakkannya dan
membinasakannya dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
b. Haq
al-intifa ialah hak yang hanya baleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya. Haq
al-Isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al Istighal (mencari hasil),
misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf alaih hanya boleh
mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
c. Haq
al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas
kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya
saudara Ibrahim memiliki sawah disebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari
selokan dialirkan ke sawah saudara
Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun memebutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim
dialirkan ke sawah Tuan Ahmad dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
d. Haq
al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn
menimbulkan hak aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang yang
digadaikan, tidak berkaitan dengan Zakat benda, karena rahn hanyalah jaminan
belaka.
e. Haq
al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti
hak multaqith ( yang menemukan barang).
f.
Haq Qarar
(menetap) atas tanah wakaf yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf ialah :
1. Haq
al-hakr ialah hak mnetap diatas tanah wakaf yang disewa, untuk yang lama dengan
seizing hakim.
2. Haq
al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad ijarah dalam waktu yang
lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan ke
dalam keadaaan semula misalnya karena kebakaran dengan harga yang menyamai
harga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
3. Haq
al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol.
g. Haq
al-murur ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya diatas bangunan orang
lain.
h. Haq
ta’alli ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya diatas bangunan orang
lain.
i.
Haq al-jiwar
ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat
tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar dari menimbulkan kesuliatan
terhadap tetangganya.
j.
Hak syafah atau
haq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk
diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tetangganya.
Ditinjau dari
hak Syurb, air dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Air
umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga
dan yang lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan oleh siapa saja
dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.
2. Air
ditempat-tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh seseorang
untuk mengairi tanaman dikebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidak berhak
untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain boleh
mengambil manfaat dari sumur tersebut atas seizing pemilik kebun.
3. Air
yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemiliknya, dipelihara dan
disimpan disuatu tempat yang telah disediakan, misalnya air kolam, kendi, dan
bejana-bejana tertentu.[2]
Dari segi
pemiliknya hak atau dari segi sifat pemanfaatannya hak dibedakan menjadi hak
Allah dan hak manusia. Hak Allah adalah hak yang kemnfaatannya ditujukan untuk
melindungi kepentingan umum (al-mashlahah al-amanah). Hak ini dihubungkan
dengan Asma Allah karena kemanfaatannya yang sangat besar untuk melindungi
kepentingan public. Segala bentuk peribadatan dalam islam, dan segala bentuk
aturan untuk melindungi ketertiban umum seperti aturan sanksi pidana
tergololong hak Allah.
Hak Allah yang
berupa peribadatan melekat pada setiap individu karenanya tidak dapat
diwakilkan, sedangkan hak Allah yang berupa snksi pidana tidak dapat digugurkan
melalui perdamaian (al-shulh) juga tidak digugurkan melalui permaafan. Hak-hak
Allah yang berupa snaksi pidana ini juga melekat pada setiap individu karena
tidak dapat diwariskan kepada ahli waris.
Hak manusia adalah hak yang ditujukan untuk melindungi
kepentingan manusia secara pribadi-pribadi sebagai pemilik hak. Contoh hak
manusia yang paling penting adalah milkiyah (hak milik). Hak manusia inilah
yang menjadi obyek bahasan fiqih muamalah. Pelanggaran terhadap hak ini dapat
digugurkan melalui permaafan dan perdamaian atau melalui ganti rugi, serta
dapat diwariskan.
Namun pada
kenyataannya hak Allah dan hak manusia, sekalipun saling terkait, keduanya
merupakan dua hak yang masing-masing mempunyai sifat yang berbeda sehingga
sangat sulit dibayangkan kedua jenis hak yang berbeda ini bersatu atau
berserikat. Kenyataan yang terjadi bukan persekutuan dua hak melainkan
persekutuan kasus. Artinya pada satu kasus terjadi pelanggaran hak Allah
(larangan mencuri untuk melindungi ketertiban umum), sehingga sanksi pidana
pencurian tidak dapat digugurkan atau dimaafjan. Pada sisi lain terjadi
pelanggaran terrhadap hak manusia yakni hak milik kebendaan. Pemilik hak milik
ini dapat menggugurkan hak menuntut kerugian atau denda melalui permaafan atau
perdamaian.
D.
Antara
Hak dan Iltizam
Substansi hak
sebagai taklif atau keharusan yang terbebankan pada pihak lain dari sisi
penerima dinamakan hak, sedang dari sisi pelaku disebut iltizam. Secara
harfiyah iltizam artinya keharusan atau kewajiban. Sedang secara istilahiyah
ilyizam adalah :
Akibat (ikatan)
hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu, atau melakukan
suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu. Pihak yang terbebani oleh hak orang
lain dinamakan multazim, sedang pemilik hak dinamakan multazam labu atau
shahibul haqq. Jadi antara hak dan iltizam keduanya terkait dalam satu hubungan
tibal balik, persis sebagaimana hubungan timabal balik antara perbuatan
menerima dan memberi. Dari sisi penerima dinamakan hak, sedang dari sisi
pemberi dinamakan iltizam.
Dalam akad
muawwadhah (saling menerima dan melepaskan) hak dan iltizam berlaku pada
masing-masing pihak. Misalnya dalam akad jual beli, penjual berstatus sebagai
multazim sekaligus sebagai shahibul haqq. Demikian juga halnya pihak pembeli.
Hal yang seperti ini juga berlaku pada akad ijarah. Dengan demikian pihak.
Hak yang berupa
taklif atau kewajiaban pada pihak lain disebut haqqul syahshi, sedangkan hak
yang berupa kewenangan atas sesuatu barang disebut haqqul aini. Dengan demikian
yang dikehendaki dengan hak dalam konteks iltizam adalah hak syahshi, bukan hak
aini.
Di muka telah
disampaikan bahwasanya syari’at dan aturan hukum merupakan sumber adanya suatu
hak. Keduanya sekaligus merupakan sumber utama iltizam. Sumber iltizam yang
lain adalah :
1. Aqad,
yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al- aqidain) untuk melakukan sebuah
perikatan seperti akad jual beli, swa menyewa dan lain sebagainya.
2. Iradah
al-munfaridah ( kehendak sepihak, seperti ketika seseorang menyampaikan suatu
janji atau nadzar.
3. Al-fi’lun
naïf (perbuatan yang bermanfaat), seperti ketika seseorang melihat orang lain
dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan. Maka ia wajib
berbuat sesuatu sebatas kemampuannya.
4. Al-Fi’lu
al-dhar (perbuatan yang merugikan), seperti ketika seseorang merusak atau
melanggar hak atau kepentingan orang lain, maka ia terbebani oleh iltizam atau
kewajiban tertentu.
Iltizam
adakalanya berlaku atas harta benda (al-mal), terhadap hutang (al-dain), dan
terhadap perbuatan (al-fi’il). Iltizam terhadap harta benda harus dipenuhi
dengan menyerahkan harta benda kepada multazam-labu, seperti keharusan penjual
menyerahkan barang kepada pembeli dan keharusan pembeli menyerahkan kepada
pihak penjual.[3]
E.
Akibat
Hukum Suatu Hak
Pertama, Perlindungan Hak
Pada prinsip
Islam memberikan jaminan perlindungan hak setiap orang. Setiap pemilik boleh
menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi pelanggaran atau pengrusakan hak
maka pemilik hak dapat menuntut ganti atau kompensasi (denda) yang sepadan
dengan haknya. Apabila terjadi perselisihan dalam pemenuhan hak maka pihak
pemerintah atau hakim wajib memaksa pihak tertentu agar memenuhi hak orang
lain.
Perlindungan hak
dalam ajaran islam merupakan penjabaran dari ajaran dan prinsip keadilan. Demi
keadilan diperlukan kekutan atau kekuasaan untuk melindungi dan menjamin terpenuhinya
hak. Tanpa jaminan seperti ini, pelanggaran dan pelecehan hak orang lain
berkembang pesat.
Namun atas dasar
keadilan dan kemuliaan budi pekerti, islam mengajurkan agar pemilik hak
berlapang hati dan bermurah hati dalam menuntut pemenuhan haknya, khususnya
terhadap orang-orang yang dalam kondidi kesulitan. Misalnya, dalam pemenuhan
hak piutang.
Kedua, Penggunaan hak
Pada prinsipnya
islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk mempergunakan haknya
sesuai dengan kehendaknya (iradah) sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at
islam. Atas dasar prinsip ini pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk
bermaksiat seperti menghamburkan untuk berjudi dan mabuk-mabukkan. dalam pandangan
islam perbuatan tersebut hukumnya haram dan pelakunya dipandang berdosa.
Kebebasan
menggunakan hak selain dibatasi dengan tidak bertentangan dengan syariat islam
juga dibatasi sepanjang tidak melanggar hak atau merugikan kepentingan orang
lain. Prinsip perlindungan hak dalam islam, sebagaimana talah disinggung di
muka, berlaku pada dan untuk semua orang. Sehingga perlindungan kebebasan dalam
penggunaan hak pribadi harus sejalan dan seimbang dengan perlindungan hak orang
lain, terutama perlindungan hak masyarakat umum. Jika dalam menggunakan haknya
seseorang bebas melanggar hak orang lain atau hak masyarakat umum, maka
sungguah telah terjadi pemahaman yang keliru terhadap prinsip perlindungan dan
kebebasan hak, yakni pemahaman kebebasan dan perlinduangan hak secara tidak
seimbang. Hak sendiri harus dilindungi sedang hak orang lain tidak perlu
dilindungi.
Perlindungan hak
tidak boleh menghendaki perlindungan atas orang lain dan hak masyarakat umum.
Demikian juga kebebasan menggunakan hak idak boleh tidak menghendaki
perlindungan atas hak dan kebebasan orang lain. Yang demikian inilah pemahaman
yang utuh dan seimbang. Dan inilah kebebasan dan perlindungan hak yang sejati,
mengarah terbentuknya prinsip keadilan yang diajarkan islam.
Pengguanaan hak
secara berlebihan yang menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap
kepentingan orang lain maupun terhadap hak dan kepentingan masyarakat umum
dalam hukum islam disebut ta’assuf fi isti’malil haqq[4].
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hak berasal dari
bahasa Arab yaitu haqq yang secara harfiyah berarti kepastian atau ketetapan,
sebagaimana terdapat pada surat Yasin ayat 7 yang berbunyi: sungguh pasti
berlaku perkataan (ketetapan) Allah terhadap kebanyakan mereka.
Al-haqq juga
berarti menetapkan atau menjelaskan seperti terdapat pada surat Al-Anfal ayat 8
yang berbunyi: Agar Allah menetapkan yang hak (agama Islam) dan membatalkan
yang bathil walaupun para pendosa tidak menyukainya.
Akibat
Hukum Suatu Hak yaitu :
Pertama, Perlindungan Hak
Pada prinsip
Islam memberikan jaminan perlindungan hak setiap orang. Setiap pemilik boleh
menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi pelanggaran atau pengrusakan hak
maka pemilik hak dapat menuntut ganti atau kompensasi (denda) yang sepadan
dengan haknya.
Kedua, Penggunaan hak
Pada prinsipnya
islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk mempergunakan haknya
sesuai dengan kehendaknya (iradah) sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at
islam.
B.
Saran
Tulisan ini saya
sadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis meminta kritik dan
saran yang membangun demi tercapainya tujuan penulisan dan isi yang baik dari
makalah.
[1]
Teungku Muhammad hasbi ash Shiddieqy,
Pengantar fiqh muamlah, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997, Hlm 119-122
[2] Dr. H. Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010 , hlm 34-37
[3]
Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, hlm 44-
[4]
Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, hlm 37
testing...
BalasHapusEl Cortez, CA Casinos - Mapyro
BalasHapusCasinos in 제주 출장안마 El Cortez, CA near Yosemite National 광주광역 출장샵 Park, CA. Casinos Near Yosemite National 경주 출장샵 Park · 김포 출장안마 Cajun Island, CA. 전라북도 출장샵